Kamis, 01 Maret 2012

KELAS BONTOT


Banyak sekolah dan madrasah yang mengklasifikasi murid kedalam kategori pintar, sedang dan bodoh; lalu menysun kelas berdasarkan kategori tersebut. Akhirnya lahirlah de sekolah-sekolah dan madrasah-madrasah kelas-kelas bontot yang pesertanya anak-anak yang beridentittas kategori bodoh.

Entah apa filosofi dari pengkelasan tersebut, namun sering terjadi dampak negatif. Diantara dampak yang paling menyedihkan adalah sebuah jajmen, ponis, atau pemberian stigma bahwa mereka adalah siswa-siswa yang bodoh. Itu merupakan sebuah pembunuhan karakter, bahkan sebuah kekerasan. Bayangkan kalau ponis tersebut terjadi pada kita. Bgaimana oerasaan kita? Lebih jauh lagi apa yang akan kita lakukan ketika diponis bodoh? Kecenderungan mana yang lebih banyak? termotivasi untuk memacu diri ke arah yang positif atau prustasi keudian stuck dan berhenti berupaya karena dia mendapat keyakinan baru bahwa dia tidak mampu; atau melakukan sebuah pemberontakan? Kenyataannya, dominan kelompok tersebut terpuruk. Sebagai ekspresi dari kekecewaannya mereka berulah.

Bayangkan, ketika mereka doponis paling bodoh dan ditempatkan di kelas bontot, mereka mendapatkan pukulan berat. Orang tua memarahi mereka, guru mengabaikannya, dan teman-teman mencibir dan menjauhin. Mereka bener-benar terbunuh. Katakanlah menjadi-mayat-mayat hidup yang kurang berharga, dan yang menetukan harga mereka adalah sekolah tempat ia menimba ilmu untuk menjadi orang, dan guru-guru yang harusnya menjadi orang tua yang menghargai mereka. Makanya sekolah dan kelas bagi mereka adalah sebuah neraka. Setidaknya sebuah neraka. Tentu mereka tidak akan betah tinggal dan belajar didalamnya. Wajar kalau mereka melakukan hal yang negatif.

Ketika saya mengajar di madrasah, saya menemukan kelas seperti itu dan ruang kelas tidak pernah utuh. Minggu lalu lelangit bolong. Minggu ini kaca jendela pecah. Minggu depan entahlah. Yang peling parah lagi guri tidak betah mengajar di kelas tersebut. Banyak alasan para guru. Siswanya susah diajari, percuma diajari karena tidak pernah mau belajar, takut dikerjain, menyebalkan, dan sejenisnya. Akhirnya kelas terebut banyak kosong. Guru yang datang pun cuma nongol untuk memberikan tugas, selebihnya entah kemana. Kelas tersebut benar-benar terabaikan dan terbuang. Benar0benar kelas neraka. Sebuah pembunuhan yag sistimatis dan berkelanjutan.

Para guru sering mangatakan, ga apa kan ketika UN akan ditolong. Itu juga pembunuhan karakter. Cuma begitukah pemahaman guru tentang pendidikan? Mestinya para guru melakukan proses pendidikan, tidak sekedar mengajar tapi menyembuhkan masalah-masalah yang mereka hadapi yang menyebabkan mereka ketinggalan dalm belajar. Kalau benar-benar memang mau dikelaskan, maka harus bertujuan untuk membantu mereka untuk mengejar ketinggalan. Jadi ketika membuat kelas seperti itu maka harus sudah menyiapkan program pembimbingan dan penyembuhan. Siswa-siswa tersebut membutuhkan orang tua yang dapat dipercaya, yang berwibawa, yang dapat dicurhati, yang mau mendengar, yng bisa menberi petolongan, dan yang kaya dengan kasih sayang. Mereka adalah kelompok siswa yang ingin dicintai. Hanya dengan cinta mereka akan percaya kembali terhadap dirinya sendiri dan bangkit. TIdak bisa disembuhkan dengan dendam dan tekanan serta kekerasan. Inti dari pendidikan adalah cinta. Pendidikan tidak akan pernah terjadi tanpa cinta.

Sepertinya selama ini pelaku pendidikan tidak menggunakan prinsip-prinsip psikologi dan pedagogi dalam melaksanakan pendidikan. Misalnya, apakah para guru paham dengan teori mengenai multiple intellegence? Teori tersebut menjelaskan bahwa ada 8 kecerdasan yang dimiliki ras manusia dan setiap orang dominan dalam satu atau lebih kecerdasan. Kedelapan kecerdasan tersebut yatu 1. kecerdasan logikal-matematikal, 2. kecerdasan lingual, 3. kecerdasan spatial, 4. kecerdasan musikal, 5. kecerdasan kinestetik, 6. kecerdasan interpersonal, 7. kecerdasan intrapersonal,8. kecerdasan natural. Bisa jadi kecerdasan seseorang dominan kinestetik dan kurang cerdas dalam bidang lain. Itu yang terjadi pada Mike Tyson Misalnya. Dia anggap bodoh karena matematikanya tidak pernah bagus, dan tidak dapat dipaksakan. Dia tidak dapat dipaksa untuk menguasai matematika lebih tinggi, tapi harus diajari bertinju sehingga menjadi identitas dirinya dan dia dapat hidup layak dari bertinju.

Selama ini mungkin ponis kita banyak salah karena tidak menggunakan teori sebagai landasan berpikir. Para guru kadung terjerumus kepada paradigma kuno bahwa anak yang cerdas adalah anak yang IQ-nya tinggi dan matematikanya hebat. Kalau tidak begitu tidak cerdas. Paradigma tersebut yang telah menyebabkan para guru mengklasifikasikan siswa secara tidak tepat.

Yang memprihatinkan, para guru juga tidak pernah belajar bahwa paradigma tersebut telah gagal. Pengalaman memperlihatkan bahwa tidak semua anak yang divonis pinter berhasil dalam hidupnya? Charles Alpha Edison dan Einstein ketika di sekolah dasar dianggap bodoh, bahkan memiliki kelainan jiwa. Billy Gate bos Microsoft Word tidak luluas universitas, namun bisa jadi miyunaer. Banyak anak yang di sekolah diponis bodoh ketika dewasa menjadi orang berhasil.

Lalu sampai mana pengetahuan kita mengenai psikologi pendidikan dan pedagogi? Nampaknya tidak digunakan prinsip-prinspi tersebut. Saya pernah menonton sebuah film berjudul Free Writers. Film tersebut menceritakan sekolompok anak-anak yang dipons nakal dan dikarantina dalam sebuah kelas khusu. Sebuah neraka. Ketika ada seorang guru yang berhasil membina dia maka di akhir tahun ada siswa dari kelompok tersebut yang masuk kategori terbaik.

Jadi kelas bontot adalah sebuah kebijakan yang salah. Oleh karena itu diharapkan tidak ada lagi sekolah dan madrasah membuat kelas seperti itu. Sebuah kelas harus menggambarkan sebuah masyarakat belajar yang terdiri dari siswa-siswa yang beragam. Strategi pembelajaran yang harus digaungkan sekarang dan kedepan adalah kooperatif dan kolaboratif learning dimana siswa dapat bersama-sama membangun pengetahuan. Selain itu strategi tersebut merupakan pembentukan karakter sosial yang selama ini terabaikan.

2 komentar:

  1. Assalamu alaikum pak asip, saya roqib peserta DIKLAT di Miftahul huda, oya pak kalu bisa blogtnya di kasi widget komentar ya biar lebih efisien

    BalasHapus